FAKFAK, primarakyat.net – Program TORA atau tanah obyek reforma agraria yang merupakan salah satu Program Unggulan Presiden RI sesuai dengan Perpres RI Nomor 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan akan memberikan manfaat bagi masyarakat di wilayah perdesaan atau kampung.
Pasalnya, ada beberapa luasan kawasan hutan yang akan dikeluarkan untuk kepentingan perekonomian masyarakat.
Demikian disampaikan, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Provinsi Papua Barat, Monang P Hasibuan dalam acara sosialisasi sekaligus penandatanganan peta definitif tanda batas yang dibuka secara resmi oleh Asisten Bidang Pemerintahan Setda Kabupaten Fakfak Aroby Hindom, S.Sos, M.Si, di Ruang Bappeda Fakfak, Selasa (19/10/21).
“Program ini sangat membantu masyarakat dalam melegalitas tanah garapan atau usaha mereka untuk menjadi aset yang dimiliki dan mendapat kepastian hukum/legalitas fisik tanah,”kata Monang.
Menurutnya, dari hasil tanah kawasan hutan yang sudah didiredistribusikan selanjutnya akan di ukur oleh BPN dan dikeluarkan sertifikat dengan kode khusus melalui SK Biru dan menjadi asset yang sangat bermanfaat dalam percepatan perekonomian masyarakat.
“Untuk Kabupaten Fakfak, luasan lahan/tanah yang dikeluarkan dari kawasan hutan berjumlah 583,40 ha dengan panjang 57.335,34 meter tersebar di 12 distrik yaitu Distrik Tomage, Bomberay, Mbahamdandara, Arguni, Kokas, Kramongmongga, Kayauni, Teluk Patipi, Furwagi, Wartutin, Fakfak Timur dan Distrik Karas,”ungkapnya.
Sementara seluruh luasan yang diusulkan daerah sebesar 1.812 ha, kata dia, tidak semuanya diakomodir dan menjadi asset yang dikeluarkan namun dapat menjadi tanah legalitas dengan pola akses (melalui perijinan) seperti lahan perhutanan sosial desa yang dapat digarap melalui mekanisme perijinan.
“Hasil klarifikasi dan validasi lahan benar-benar dilakukan melalui desk dan analisis citra resolusi tinggi sehingga sangat jelas keliatan fungsi lahan yang ada di berbagai daerah. Sehingga dalam pemberian lahan ini sudah sesuai,”ujarnya.
“Program ini merupakan program keterlanjuran. Yang artinya lahan yang divalidasi adalah lahan dengan kondisi eksisiting bukan merupakan lahan yang masih dalam perencanaan,”tambahnya.
Sementara hasil klarifikasi yang diperoleh dari Kabid Infraswil Bappeda Fakfak, Widi Asmoro, ST, MT selaku moderator dalam acara ini menyampaikan bahwa selama pelaksanaan ada beberapa masukkan dari peserta yang menanyakan beberapa hal kaitan dengan bagaimana usulan yang belum terakomodir dan ada beberapa nama tempat/atribut yang kurang pas yang bisa menjadi salah tafsir nantinya.
“Daerah akan mengusahakan lahan yang belum terakomodir terutama lahan eksisiting akibat dari perkembangan aktivitas masyarakat, adanya beberapa program dan kebijakan strategis daerah dan lahan yang masih dalam tahap rencana pembangunan program strategis daerah dengan tetap mengedepankan pembangunan berkelanjutan,”jelasnya. (monces)